Selasa, 22 Mei 2012

Berikut proses pembuatan Biodiesel dari minyak kelapa sawit :


                                                 Proses transesterifikasi meliputi dua tahap. Transesterifikasi I yaitu pencampuran antara kalium hidroksida (KOH) dan metanol (CH30H) dengan minyak sawit. Reaksi transesterifikasi I berlangsung sekitar 2 jam pada suhu 58-65°C. Bahan yang pertama kali dimasukkan ke dalam reaktor adalah asam lemak yang selanjutnya dipanaskan hingga suhu yang telah ditentukan. Reaktor transesterifikasi dilengkapi dengan pemanas dan pengaduk. Selama proses pemanasan, pengaduk dijalankan. Tepat pada suhu reaktor 63°C, campuran metanol dan KOH dimasukkan ke dalam reaktor dan waktu reaksi mulai dihitung pada saat itu. Pada akhir reaksi akan terbentuk metil ester dengan konversi sekitar 94%. 

                                                 Selanjutnya produk ini diendapkan selama waktu tertentu untuk memisahkan gliserol dan metil ester. Gliserol yang terbentuk berada di lapisan bawah karena berat jenisnya lebih besar daripada metil ester. Gliserol kemudian dikeluarkan dari reaktor agar tidak mengganggu proses transesterifikasi II. Selanjutnya dilakukan transesterifikasi II pada metil ester. Setelah proses transesterifikasi II selesai, dilakukan pengendapan selama waktu tertentu agar gliserol terpisah dari metil ester. Pengendapan II memerlukan waktu lebih pendek daripada pengendapan I karena gliserol yang terbentuk relatif sedikit dan akan larut melalui proses pencucian.

                                     Pencucian hasil pengendapan pada transesterifikasi II bertujuan untuk menghilangkan senyawa yang tidak diperlukan seperti sisa gliserol dan metanol. Pencucian dilakukan pada suhu sekitar 55°C. Pencucian dilakukan tiga kali sampai pH campuran menjadi normal (pH 6,8-7,2). Pengeringan Pengeringan bertujuan untuk menghilangkan air yang tercampur dalam metil ester. Pengeringan dilakukan sekitar 10 menit pada suhu 130°C. Pengeringan dilakukan dengan cara memberikan panas pada produk dengan suhu sekitar 95°C secara sirkulasi. Ujung pipa sirkulasi ditempatkan di tengah permukaan cairan pada alat pengering.
Filtrasi

                                                 Tahap akhir dari proses pembuatan biodiesel adalah filtrasi. Filtrasi bertujuan untuk menghilangkan partikel- partikel pengotor biodiesel yang terbentuk selama proses berlangsung, seperti karat (kerak besi) yang berasal dari dinding reaktor atau dinding pipa atau kotoran dari bahan baku. Filter yang dianjurkan berukuran sama atau lebih kecil dari 10 mikron.

Manfaat Dari Perkebunan Sawit(' BUAHNYA)

                                         Setiap sesuatu yang ada di dunia ini pasti memiliki dampak baik dan buruknya, begitu juga perusahaan kelapa sawit yang sedang menjamur di berbagai provinsi di indonesia  Kelapa sawit tidak hanya berguna untuk di olah menjadi minyak goreng, namun dari minyaknya itu juga dapat di olah menjadi sabun, deterjen, dan masih banyak lagi.  

                                          Bahan bakar diesel, selain berasal dari petrokimia juga dapat disintesis dari ester asam lemak yang berasal dari minyak nabati. Bahan bakar dari minyak nabati (biodiesel) dikenal sebagai produk yang ramah lingkungan, tidak mencemari udara, mudah terbiodegradasi, dan berasal dari bahan baku yang dapat diperbaharui. Pada umumnya biodiesel disintesis dari ester asam lemak dengan rantai karbon antara C6-C22.
                                            Minyak sawit merupakan salah satu jenis minyak nabati yang mengandung asam lemak dengan rantai karbon C14-C20, sehingga mempunyai peluang untuk dikembangkan sebagai bahan baku biodiesel. Di PPKS, biodiesel dibuat melalui proses transesterifikasi dua tahap, dilanjutkan dengan pencucian, pengeringan dan terakhir filtrasi, tetapi jika bahan baku dari CPO maka sebelumnya perlu dilakukan esterifikasi.

Dampak lingkungan hidup perkebunan sawit


                                       Setidaknya, ada enam dampak negatif dari perkebunan sawit bagi lingkungan hidup di Indonesia. Dengan luas lahan perkebunan sawit yang sudah mencapai 7,4 juta hektar, dampak negatif perkebunan sawit akan terus meluas seiring bertambahnya areal perkebunan. Demikian diungkapkan oleh Direktur Eksekutif Sawit Watch, Abetnego Tarigan di Jakarta (5/8).

                                         Kabut asap merupakan masalah pertama. Saat perkebunan sawit akan dibuka, pembakaran lahan dengan api telah menjadi salah satu metode untuk membersihkan lahan sebelum ditanami sawit. Semakin tinggi tingkat ekspansi lahan, makin tebal kabut yang dihasilkan.
                                        
                                         “Riau, Jambi, Sumsel, Kalbar, dan Kalteng merupakan kawasan yang tinggi ekspansinya. Semakin tinggi pembukaan lahan, maka kabut akan semakin tinggi yang salah satu konsekuensinya adalah munculnya penyakit ISPA (Infeksi Saluran Pernapasan Atas),” papar Abetnego.
                                         
                                         Di provinsi Riau kasus ISPA akibat kabut asap pada Februari 2009 telah menyebabkan 995 orang terinfeksi. Pada Agustus 2009, kurang lebih 1200 orang, terinfeksi di Pontianak.
                                          
                                       Alih fungsi kawasan merupakan faktor terbesar yang menyebabkan rusaknya kemampuan hutan sebagai kawasan penyerap air, penyimpan air, dan mendistribusikannya secara alamiah. Abetnego menyimpulkan terdapat hubungan erat antara intensitas banjir yang meningkat dengan meningkatnya luas wilayah perkebunan sawit.

Daftar Nama Perkebunan Sawit